Melati Putih Beraroma Mawar Merah
"Angin datang menerbangkan melati putih ber’aroma mawar merah. Lalu ia tumpahkan isi dadanya di pematang sawah"
Angin datang menerbangkan
melati putih ber’aroma mawar merah.
Lalu ia tumpahkan isi dadanya
di pematang sawah
yang menumbuhkan padi huma, hijau menguning
untuk makan ribuan orang miskin.
Namun tangan-tangan yang lapar
tak pernah kenyang akan janji,
dan matahari tetap membakar
kulit yang memanggul jerami.
Di balik senyum petani
tersimpan luka serupa belati,
karena setiap butir padi
hanya separuh jadi miliknya sendiri.
Walaupun mereka akan mati juga
dan dikubur di sawah-sawah hijau menguning itu,
rumput-rumput akan tumbuh menjadi pusara,
menyerap sisa keringat,
menyimpan doa yang tak pernah sampai
ke telinga istana.
Di atas tanah yang sama,
kita berdiri, kenyang dan lapar.
Membagi takdir yang tak pernah adil,
sementara angin terus datang,
mengabarkan melati putih ber'aroma mawar merah
yang selalu wangi,
meski bercampur darah dan peluh bumi.
.png)