Dibawah merupakan puisi-puisi yang kutulis saat libur hari raya Idul fitri, jika ada yang ingin menyalin atau menggunakan teks dibawah mohon izin ke kontak penulis(083873920805/masaibza@gmail.com). 

Ingin Sunyi Rimba Rinjani

Dari balik dinding, sayup kudengar tangis seorang gadis.
Suara lirih merintih dalam gelap, menggema dalam sunyi.

Hentikan semuanya... Aku lelah.
Trauma ini menjerat, memerangkap dalam gaung piring pecah.
Dentingnya mengiris, bergetar di kepala, memekakkan jiwa.

Aku rindu sunyi, aku mendamba harmoni.
Melodi yang tenang, irama yang indah,
bukan gemuruh nestapa.
Aku butuh jawaban, kejelasan yang nyata.
Haruskah aku tikam nadiku dengan beling ini?

Semuannya... Aku ada.
Lihatlah aku, anggap aku nyata, jangan biarkan aku pudar.
Aku tak bisa selamanya berpura-pura damai,

Apakah perlu aku pergi ke rimba Rinjani.
Menyulam luka dengan bisikan angin dan nyanyian hutan.
Namun, adakah damai yang benar-benar nyata?

Lombok Timur, Maret 2025

Batu Tanah

Jauh...
Dekat...
Tak ada bedanya bagiku.
Sama saja, seperti kamu, dia, kalian, mereka.

Angin, hujan, rintik di tanah ini,
tak berubah, tetap setia.
Seperti waktu yang berjalan tanpa suara.

Menangis dalam sepi,
melawan arus dalam damai.
Kau anggap apa tanah ini?
Sekadar batu-batu tanpa makna?

Tandus, panas, ditiup angin perih,
namun tetap berdiri, tak menyerah.
Kau pikir tanah ini tak berarti?
Seperti kalian, yang tak pernah benar-benar peduli.

Kamu, Kalian sama saja.

Lombok Timur, 12 Maret 2025

Hilang

Riang bahagiaku telah hilang
Senyum ramahku lenyap dalam senyap
Tertelan bumi yang bisu
Dimakan waktu yang pilu

Terpukul... Hancur...
Begitulah aku kini
Terlempar... Pecah...
Tak bersisa, tak berarti

Tertusuk... Tersayat... Semuanya lengkap sudah
Wahai malam, koyakkan saja hati ini
Biarkan perih ini menjadi puisi bisu

Lukai... Pecahkan... Hancurkan saja
Aku sudah tak peduli
Hatiku telah menjadi debu
Ditiup angin tanpa arah

Lombok Timur, 15 Maret 2025

Janji

Tatkala janji terucap,
malaikat telah mencatatnya.

Tatkala janji disampaikan,
neraka menanti jika diingkari.

Tatkala janji menggema,
semesta bersiap menjadi saksi.

Maka, wahai sahabat,
jagalah lisan dari janji yang tak pasti.

Sebab murka dan azab telah menanti bagi yang mengkhianati. 

Lombok Timur, 13 Maret 2025

Kepala Babi

Di meja pesta mereka bersulang,
tikus rakus menari riang,
rakyat lapar di luar gerbang,
menadah janji yang terbang hilang.

Kepala babi duduk bertahta,
merayakan perutnya yang buncit,
datang seolah penyelamat,
pergi bagai tak pernah ingat.

Akan tiba hari yang pasti,
di mana meja-meja kosong,
dan tak tersisa tulang sekalipun
untuk kau kunyah sendiri dalam sunyi.

Lombok Timur, 26 Maret 2025

Benalu Jalanku

Jalanan penuh dengan tipu,
Buktinya ku lihat kau tersipu,
Karena maluu, telah menipu,
Benar begitu?

Kau berlagak hebat depanku,
Kau lupa dirimu.
Kita itu hanya merasa kaku,
Pegal linu...

Ku yakin sama, kau dan aku,
Jadi kau bukan ratu, hanya pemilik binatu.
Berhenti mengaku, kalau
Kami kekuasaanmu,
Kau bukan Shogunatu.

U(you) hanya babu,
Kami lah yang akan mengendalikanmu.
Kamilah sang Shogunatu.
Jalanan ini saksi bisu,
perjuangan kami menjatuhkanmu.

Malu.. kau, jalanan telah menipumu.
Babu berlagak ratu, dasar benalu.

Meninting, Batu Layar, Lombok Barat. 8 April 2025

Aaaa... Genosida

Jadi kau hanya ingin genosida,
Kau tidak akan bisa,
Lihat saja doa mereka.
Dalam sekejap kau bisa binasa
Remeh? Kau anggap remeh semuanya.
Masa kamu akan ternganga, waaaaa,
Ada di depan mata.

Ah iya kamu mengandalkan logika,
Tapi sayang sederhana,|
Puan dan Tuan, ingat untuk bersedia.
Matahari sudah senja.
Terlihat di dataran Palestina.

Sebangunmu kau belum sadar bahwa telah binasa,

Meninting, Batu Layar, Lombok Barat. 9 April 2025