![]() |
Menulis. Foto: picjumba.com/Pexels |
Saya baru saja membaca sebuah artikel yang cukup menggugah di situs RuangAksara. Meskipun nama penulisnya tidak tercantum secara jelas, isi tulisannya sangat layak untuk dibaca. Jika Anda tertarik, silakan klik tautan berikut: Click Here.
Artikel tersebut menyentuh satu bagian yang membuat saya cukup terenyuh: tentang perubahan jalan yang ditempuh oleh para penulis. Dahulu, menulis adalah perjalanan sunyi—penuh keheningan, ketekunan, dan pencarian. Kini, jalan itu seolah berubah menjadi jalan berbunga. Namun, benarkah demikian?
Dalam artikel itu juga disinggung tantangan baru yang dihadapi para penulis hari ini: kehadiran AI, khususnya ChatGPT. Bagaimana tidak timbul kegelisahan, ketika AI kini mampu menghasilkan tulisan yang terstruktur dengan baik, mudah dipahami, dan efisien. Meski kadang terasa kaku, dalam konteks artikel, AI berhasil menyampaikan isi tanpa hambatan berarti bagi pembaca—kecuali ketika menyentuh ranah karya sastra, terutama novel. Di titik itulah kita diingatkan: AI bisa meniru bentuk, tetapi tidak dapat menggantikan rasa.
Dulu, seorang penulis menghabiskan berjam-jam di perpustakaan, menelusuri literatur, merangkai pikiran. Sekarang, cukup dengan satu perintah sederhana, AI akan menyajikan informasi yang dibutuhkan. Saya masih menghargai mereka yang mencari referensi lewat internet, karena setidaknya itu menuntut proses baca dan cerna. Namun, semuanya terasa berbeda sejak tahun 2024.
Di tengah situasi ini, saya sempat bertanya pada diri sendiri: haruskah saya tetap menulis? Haruskah saya mengubur impian masa kecil untuk menjadi seorang penulis?
Barangkali tidak. Karena di balik keterbatasannya, tulisan manusia tetap menyimpan kekuatan yang tak tergantikan. Setiap tulisan manusia memiliki suara khas—emosi, keintiman, dan kedalaman yang tidak bisa diprogramkan. Tulisan buatan AI, seberapa sempurna pun strukturnya, tetap terasa datar bagi sebagian pembaca.
Penulis akan selalu ada, dan tak akan pernah benar-benar mati. Maka tetaplah menulis, meskipun jalan yang kamu tempuh terasa sunyi. Karena setelah sunyi, selalu ada taman yang bermekaran.
Tulislah, sebab tulisan lebih abadi daripada ucapan.
— Imam Syafi’i
Semangat untuk semua rekan penulis. Bila suatu saat kamu mengalami writer’s block, cobalah kembali ke buku, dengarkan musik, atau lakukan hal yang membahagiakan hatimu—jangan langsung bertanya pada ChatGPT.
Keren banget ini, semangat terus untuk menulis bang!
BalasHapus