Sejarah Singkat Hari Santri Nasional
Usai membaca beberapa sumber terkait Hari Santri Nasional, berikut rangkuman sebab adanya Hari Santri Nasional yang dilaksanakan setiap tahun.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, situasi Indonesia belum sepenuhnya aman. Pasukan Sekutu dan Belanda kembali masuk ke wilayah Indonesia yang telah merdeka, menyebabkan suasana yang sangat tegang. Dalam situasi tersebut, kaum santri dan ulama di sejumlah pesantren merasa terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia secara aktif, bukan hanya secara politik, tetapi juga melalui landasan yang bersifat keagamaan.
Pada tanggal 21–22 Oktober 1945, para wakil cabang Nahdlatul Ulama (NU) dari
Jawa‐Madura berkumpul di Surabaya dan menghasilkan sebuah fatwa yang dikenal
sebagai Resolusi Jihad, yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari. Isi pokoknya
adalah bahwa mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajahan kembali
merupakan fardhu ‘ain (kewajiban bagi setiap Muslim) bagi mereka yang berada
dalam radius tertentu dari musuh, sedangkan bagi yang di luar radius tersebut
menjadi fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Fatwa ini kemudian menjadi pemicu
semangat para santri serta masyarakat dalam perlawanan terhadap pasukan
kolonial, khususnya di wilayah Surabaya dan sekitarnya.
Berdasarkan kampanye dan aspirasi dari kalangan pesantren, gagasan untuk
memiliki hari khusus bagi santri pun muncul. Gagasan ini kemudian
direalisasikan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2015 yang menetapkan bahwa setiap 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri
Nasional. Alasan memilih tanggal 22 Oktober: tanggal tersebut bertepatan dengan
dikeluarkannya Resolusi Jihad 1945 yang dilandasi oleh semangat santri dan
ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, Hari Santri
bukan hanya sekadar peringatan tetapi juga pengakuan resmi negara terhadap
kontribusi santri dan pesantren dalam sejarah bangsa.
Peringatan Hari Santri memiliki beberapa makna dan tujuan penting:
- Menghargai jasa para santri, pesantren, dan ulama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan membangun bangsa.
- Menegaskan bahwa hubungan antara keislaman dan kebangsaan tidaklah terpisah: santri tidak hanya aktif dalam ranah spiritual tetapi juga dalam ranah kebangsaan.
- Mengajak generasi muda, khususnya santri, untuk meneladani semangat “jihad” dalam arti luas, yaitu berjuang menjaga keutuhan bangsa, moral, dan kebaikan sosial.
- Meneguhkan identitas santri sebagai bagian penting dari bangsa yang religius, toleran, dan moderat.
Meski peristiwa Resolusi Jihad terjadi pada 1945, semangat yang terkandung di dalamnya tetap relevan hingga kini:
- Perjuangan santri dan pesantren untuk pendidikan keislaman dan kebangsaan menjadi contoh bahwa agama dan negara bisa berjalan seiring.
- Tantangan zaman seperti globalisasi, ideologi radikal, dan pergeseran moral menuntut kaum santri untuk tetap aktif menjaga nilai‑nilai bangsa.
- Peringatan Hari Santri menjadi momentum untuk menyegarkan kontribusi nyata santri dalam berbagai bidang: pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan.
Semoga peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa dari santri untuk negeri, untuk menjaga, mendorong, dan membangun bangsa dengan akhlak mulia dan semangat kebangsaan.
