Bagaimana cara Rafflesia hasseltii dan Penemuan Ulang yang Menguak Ketidakadilan Ilmiah "Membela Peran Masyarakat Lokal dan Mengkritisi Dominasi 'Penemu Barat'"

Rafflesia hasseltii telah lama dikenal masyarakat lokal; sains kolonial hanya mendokumentasikan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun.
Raflessia Hasseltii

1. Rafflesia hasseltii: Bunga yang Sudah Dikenal Jauh Sebelum “Ditemukan”

Sebelum nama “Hasseltii” muncul dalam literatur ilmiah Barat, masyarakat lokal—termasuk komunitas adat dan petani hutan, sudah:

  • mengetahui lokasi kemunculannya,
  • memahami gejala awal mekarnya,
  • mengenali tumbuhan inangnya,
  • menjaga area tertentu yang penting secara ekologis.

Dalam konteks ini, Rafflesia bukanlah “penemuan”, melainkan bagian dari pengetahuan lokal yang diwariskan turun-temurun. Peneliti Barat hanya menghadirkan bunga ini ke dunia akademik, bukan mengenalkannya kepada dunia yang pertama kali menemukannya.

2. Penemuan Kembali: Momentum yang Dimotori Masyarakat Lokal

Banyak laporan penemuan ulang R. hasseltii dalam publikasi modern tidak akan terjadi tanpa masyarakat lokal yang:

  • menunjukkan jalur hutan,
  • memberi informasi tentang musim kemunculan,
  • menemukan kuncup muda di wilayah yang tidak terdokumentasi,
  • memahami perubahan ekologis setempat.

Peneliti Barat memang berperan dalam dokumentasi, pengukuran, dan analisis ilmiah—dan kontribusi ini patut dihargai. Namun posisi mereka bukan sebagai penemu utama, melainkan sebagai mitra yang bekerja di atas pondasi pengetahuan masyarakat lokal.

3. Mengapa “Si Kulit Putih” Awalnya Dianggap Penemu? Bias Sistemik yang Perlu Dikritik

a. Standar ilmiah kolonial

  • Pada masa kolonial, “penemuan” dianggap sah jika dipublikasikan oleh ilmuwan Eropa.
  • Pengetahuan lokal dianggap adat, bukan sains.

b. Penguasaan institusi

Peneliti Barat memiliki:

  1. akses ke jurnal internasional,
  2. legitimasi akademik,
  3. jaringan ilmiah yang terpusat di Eropa.

Hal ini membuat nama mereka otomatis tercatat, meskipun kontribusi mereka tidak selalu paling signifikan.

c. Penghapusan kontribusi lokal

Catatan-catatan kolonial jarang menyebutkan masyarakat lokal yang menemukan lokasi, meski mereka adalah pihak yang secara langsung menunjukkan keberadaan Rafflesia kepada peneliti Barat.

4. Posisi Kita: Mendukung Masyarakat Lokal Sepenuhnya, Menghargai Peneliti Barat Secara Proporsional

Dukungan penuh kepada masyarakat lokal

  • Merekalah pemilik pengetahuan asli.
  • Tanpa mereka, tidak ada penemuan.
  • Konservasi tidak mungkin berhasil tanpa keterlibatan mereka.
  • Mereka telah menjaga habitat secara turun-temurun.

Pengakuan terbatas kepada peneliti Barat

Kita tidak menafikan bahwa peneliti Barat memiliki kontribusi tertentu, seperti:

  • dokumentasi formal,
  • klasifikasi ilmiah,
  • menyambungkan temuan dengan komunitas ilmiah global.

Namun kontribusi mereka tidak layak ditempatkan sebagai pusat narasi, karena:

  • mereka bekerja berdasarkan informasi lokal,
  • mereka datang belakangan,
  • mereka sering mengabaikan kredit bagi masyarakat lokal,
  • mereka diuntungkan oleh struktur akademik yang bias terhadap Barat.

Dengan demikian, kita menghargai kontribusi ilmiah mereka, tetapi tidak mengiyakan dominasi mereka dalam historiografi pengetahuan.

5. Kritik terhadap Narasi Tradisional dan Argumen Lemah

  • “Peneliti Barat menemukan Rafflesia pertama kali.”

Keliru, mereka hanya mendokumentasikan apa yang sudah lama diketahui masyarakat lokal.

  • “Penamaan ilmiah adalah bukti objektivitas sains.”

Tidak sepenuhnya benar. Sistem penamaan justru mencerminkan relasi kuasa kolonial.

  • “Masyarakat lokal tidak punya data ilmiah.”

Mereka memiliki data ekologis berbasis pengalaman yang jauh lebih akurat dibandingkan ekspedisi singkat.

  • “Kontribusi lokal sulit diukur, jadi tidak perlu dicatat.”

Argumen lemah. Sulit diukur bukan berarti tidak penting—yang perlu berubah adalah sistem sainsnya.

6. Mengusulkan Arah Baru: Sains yang Mengembalikan Keadilan Pengetahuan

Langkah-langkah yang perlu dilakukan:

  • mencantumkan masyarakat lokal sebagai ko-kredit dalam penemuan lapangan,
  • melibatkan mereka sebagai mitra riset, bukan sekadar pemandu,
  • membuka ruang publikasi untuk praktik co-authorship,
  • memastikan manfaat penelitian kembali ke komunitas.

Dengan demikian, penemuan Rafflesia bukan hanya menjadi catatan ilmiah, tetapi juga momentum untuk memperbaiki sejarah yang timpang.

Penemuan kembali Rafflesia hasseltii bukan hanya kisah tentang bunga raksasa. Ia adalah simbol ketidakadilan epistemik yang sudah berlangsung berabad-abad. Dan untuk menuliskannya dengan benar, kita harus mengakui bahwa pengetahuan terbesar tentang Rafflesia berasal dari masyarakat lokal, sementara peneliti Barat hanyalah penyambung yang bekerja di bawah bayang-bayang pengetahuan tersebut.

About the author

Malik Sani Ibnu Zahir
Seorang pecinta malam, buku, kopi dan kamu (Na)

إرسال تعليق